ISBN: 978-623-90750-8-8
Rp. 60.000,-
SINOPSIS:
Korporasi telah lama dikenal dalam dunia bisnis sejak
beberapa abad yang lalu. Pada
mulanya korporasi hanya merupakan wadah
kerjasama sekelompok orang yang memiliki modal dan tujuan yang sama,
untuk mendapatkan keuntungan bersama, dan belum setenar korporasi seperti sekarang ini. Revolusi
industri semakin mendorong perkembangan korporasi sebagai badan usaha, badan
hukum dan badan ekonomi. Peristiwa tersebut telah mendorong terjadinya
perubahan di dalam masyarakat, demikian juga halnya dalam hal kejahatan atau
tindak pidana. Tindak pidana tersebut
sering disebut dengan tindak pidana ekonomi atau kejahatan korporasi, sebagai
akibat dari perkembangan kegiatan ekonomi yang berkembang.
Dalam hukum dikenal istilah subyek hukum, dalam bahasa Belanda
meliputi “Persoon” dan “rechtperson” adalah manusia yang memiliki kewenangan
untuk bertindak dalam lapangan hukum,
khususnya dalam hukum perdata.
“Rechtpersoon” ialah badan hukum yang diberi kewenangan oleh undang-undang
untuk dapat bertindak sebagaimana orang yang masuk dalam golongan “persoon”. Di
Indonesia, badan hukum dapat berupa: Perusahaan Umum (Perum), Persero,
Perseroan Terbatas (PT) , Yayasan dan Koperasi, serta Maskapai Andil Indonesia
(MAI) yang telah dihapus sejak tanggal 7
Maret 1998. Di antara organisasi-organisasi tersebut, Perseroan Terbatas (PT)
adalah yang paling populer dan yang paling banyak digunakan sebagai alat oleh
para pengusaha untuk melakukan kegiatan di bidang ekonomi.
Dalam hukum pidana ada beberapa alasan
yang dapat dijadikan dasar bagi hakim untuk membebaskan atau melepaskan
pelaku/terdakwa dari ancaman hukuman, yaitu atas dasar alasan penghapus pidana.
Alasan alasan tersebut adalah alasan penghapus pidana menurut Undang-Undang
(KUHP) dan alasan penghapus pidana yang diluar undang-undang, baik sebagai
alasan pembenar maupun sebagai alasan pemaaf.
Urgensi pengaturan alasan penghapus pidana korporasi
merupakan asas legalitas bagi alasan penghapus pidana yang dapat digunakan oleh
korporasi dalam proses pertanggungjawaban pidananya, dan sebagai kesamaan
kesempatan bagi korporasi untuk melakukan pembelaan hukum di pengadilan
sebagaimana halnya bagi pelaku perseorangan. Dalam hal pertanggungjawaban
pidana korporasi dipandang melalui teori vicarious
liability dan identification theory.